PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN PROFESIONALISME TERHADAP KINERJA APARATUR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KECAMATAN PASAR MINGGU
JAKARTA SELATAN
ABSTRAKSI
Keberadaan
perangkat daerah satpol pp adalah membantu kepala daerah dalam penyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban masyarakat dan penegakan peraturan daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang pengaruh
motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur satpol pp
Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu
diduga ada pengaruh motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja
aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Metode
pengambilan sampel mengunakan sampling jenuh (sensus) terhadap aparatur satpol
pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan yang berlokasi di Jakarta Selatan
sebanyak 61 orang. Pengujian hipotesis mengunakan regresi liner berganda,
dengan uji serempak ( uji F), dan secara parsial (uji t) untuk mengetahui
pengaruh variabel independen terhadap varaibel dependen pada tingkat
kepercayaan 95% atau α = 0.05.
Hasil analisis
menunjukan bahwa pengaruh antara motivasi kerja dan profesionalisme terhadap
kinerja satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan tingkat
signifikan sebesar 0.000. Sedangkan nilai R² = 60.7% dan sisanya dipengaruhi
variabel lainnya yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.
Hasil uji t
(secara parsial) yaitu motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja
satpol pp Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan 0.007 lebih kecil dari 0.05
(5%) sedangkan profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur
satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Sealatan dengan signifikan sebesar
0.000 lebih kecil dari 0.05 (5%).
Kata Kunci: Motivasi Kerja, Profesionalisme
dan Kinerja Aparatur
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir
ini banyak kritikan negatif dari masyarakat terhadap Satpol PP dalam
melaksanakan tugas yang berkaitan dengan pembinaan, kesadaran masyarakat dalam mematuhi pearturan-peraturan
daerah, dan penertiban-penertiban yang dilakukannya masih terkesan arogan dan
tidak humanis sehingga berujung konflik dengan masyarakat yang ditertibkannya.
Kritikan-kritikan tersebut seyogyanya harus segera direspon oleh pimpinan
sehingga tidak ada tuntutan pembubaran Satpol PP dari masyarakat. Salah satu
peningkatan Satpol PP adalah dengan memberikan motivasi kerja dan memberikan
keahlian khusus dan kedisiplinan kepada setiap anggota atau personilnya dalam
menangani penertiban yang dilakukannya, sehingga Satpol PP menjadi sosok yang
profesional yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk membina ketentraman dan
ketertiban dan penegakan perda.
Dalam
mengoptimalkan kinerja Satpol PP yang dirasa penting maka dalam penguatan
lembaga dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2010 Tentang Satuan
Polisi Pamong Praja sebagai penganti Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2004
Tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja. Keberadaan Perangkat Teknis Daerah
Satpol PP Provinsi Daerah Khusus Indonesia diatur oleh Peraturan Daerah (Perda)
NO 10 Tahun 2008 Tentang Struktur Perangkat Daerah. Untuk menjadi sosok
aparatur pembina ketenteraman dan ketertiban dan penegakan perda yang disukai
masyarakat, Satpol PP perlu diberi motivasi kerja, kedisiplinan dan pembinaan
yang tepat sasaran, sehingga sosok aparat yang profesional yang dibanggakan
masyarakat dapat terwujud.
Mengatisipasi
perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan
kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu
Jakarta Selatan kecuali hanya mengupayakan segala cara untuk meningkatkan motivasi
kerja dan profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai pembina ketenteraman
dan ketertiban serta penegakan peraturan daerah maupun keputusan daerah lainya.
Meningkatkan motivasi kerja dan profesionalisme kepada aparatur satpol pp
merupakan upaya meningkatkan kinerjanya. Seperti yang diungkapkan Hasibuan
(2001: 91), bahwa motivasi kerja adalah
suatu dorongan yang muncul dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan
guna mencapai tujuan pribadi dan organisasi.
Sedangkan
profesionalisme adalah suatu tindakan berlandaskan keahlian tertentu yang
diperoleh dari pendidikan khusus dan dilaksanakan memenuhi kode etik profesi. Profesionalisme
berarti mutu, kualitas, dan perilaku yang merupakan ciri suatu profesi atau
orang yang professional (Hassel 2007:232).
Adapun penelitian tentang pengaruh motivasi
kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar
Minggu Jakarta Selatan yakni melihat lebih jauh pengaruh motivasi kerja dan
profesionalisme terhadap kinerja aparatur satpol pp kecamatan pasar minggu
Jakarta Selatan.
B. Perumusan
Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.
Seberapa
besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan
Pasar Minggu Jakarta Selatan?
2.
Seberapa besar pengaruh profesionalisme
terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan?
3.
Seberapa
besar pengaruh motivasi dan profesionalisme secara bersama-sama terhadap
kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan?
BAB II.
TINJAUN PUSTAKA
A. Pengertian Motivasi Kerja
Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai adanya
motivasi. Banyak pakar psikologi maupun manajemen memakai istilah yang
berbeda-beda dalam menyebutkan sesuatu yang menimbulkan perilaku tersebut, ada
yang menyebutkan motivasi atau motif, kebutuhan (need), desakan (urgen),
keinginan (wish) dan dorongan (drive). Menurut Ahmad Tohardi (2002:334)
mengemukakan, “motivasi adalah kekuatan (dorongan) dari dalam seseorang untuk
melakukan aktivitas sesuai dengan dorongan tersebut”. Motivasi atau dorongan
yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang
sangat termotivasi, yaitu seseorang yang melakukan subtansial, guna menunjang
tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya, dan organisasi dimana ia bekerja.
Seseorang yang tidak termotivasi akan memberikan yang minimum dalam bekerja.
Menurut
Douglas Mc Gregor dalam Siagian (2002:106), teori motivasi kerja, kaitannya
dengan pegawai, menyatakan bahwa para manajer menggolongkan para bawahannya
pada dua kategori berdasarkan asumsi tertentu. Asumsi pertama ialah bahwa para
bawahan tidak menyenangi pekerjaan, pemalas, tidak senang memikul tanggung
jawab, dan harus dipaksa agar menghasilkan sesuatu.Sebaliknya dalam organisasi
terdapat pula para pegawai yang senang bekerja, kreatif, menyenangi tanggung
jawab dan mampu mengendalikan diri. Dari beberapa pendapat dimensi motivasi
kerja yang dapat mempengaruhi kinerja aparatur, salah satunya adalah pendapat
yang diungkapkan oleh Danim (2004:41), yang akan dijadikan dimensi
penelitian yaitu motivasi kerja terbagi
menjadi 2 (dua) komponen yaitu:
1. Komponen Internal yaitu motivasi kerja seseorang
pegawai/aparatur yang merupakan hasrat atau dorongan yang positif untuk
memenuhi kebutuhan dan harapannya, dengan indikator sebagai berikut: a)
Kebutuhan pribadi; b) Keinginan dan harapan; c) Kedewasaan berpikir dan; d)
Pengembangan karir.
2.
Komponen Eksternal yaitu motivasi kerja yang muncul dari eksternal aparatur itu sendiri, dengan indikator
sebagai berikut: a) Lingkungan kerja; b) Kompensasi; c) Supervisi dan; d)
Penghargaan.
Berdasarkan beberapa konsep dan
pengertian yang telah diungkapkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya motivasi kerja adalah dorongan, hasrat atau keinginan untuk mencapai kinerja
(prestasi kerja) dalam konteks pelayanan publik, suatu hasil karya yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas mereka yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan pada dimensi faktor internal dan faktor eksternal seseorang.
B.
Pegertian Profesionalisme
Istilah profesionalisme berasal dari profession, dalam Bahasa Inggris,
profession mempunyai arti sebagai berikut:
A vocation or occupation requriring advanced trainingin some liberal art or
science and usually involving mental rather than manual work, as teaching
engineering, writing,etc. (Webster
Dictionary dalam Hessel 2003:225). Suatu jabatan atau pekerjaan yang membutuhkan
pekerjaan yang mendalam baik bidang seni atau ilmu pengatahuan dan biasanya
mengutamakan kemampuan mental dari pada kemampuan fisik, seperti mengajar,
menulis dan lain-lain. Dari kata professional
tersebut lahir professional qulity, status, etc. yang secara komprehensif
memiliki lapangan kerja tertentu yang diduduki oleh orang-orang yang memiliki
kemampuan tertentu.
Profesi adalah bidang pekerjaan yang
pelaksanaanya menuntut atau di landasi pendidikan keahlian, keterampilan,
kejuruan tertentu. Suatu pekerjaan yang di lakukan secara profesional menuntut
adanya keahlian dan keterampilan khusus pada pelakunya. Profesi merupakan suatu
jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya.
Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan
tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu ( Irfan Islamy,
2000:12). Keahlian diperoleh melalui
apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang
menjalani profesi itu (pendidikan/latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani
suatu profesi (in-service training). Profesionalisme, menunjukan komitmen para
anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus
menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakanya dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan profesinya (Siagian dalam Hessel, 2000:223).
Satpol PP adalah aparatur perangkat
daerah yang terdepan dalam melayani masyarakat yang merupakan salah satu
profesi yang secara terus-menerus dituntut untuk meningkatkan profesionalisme.
Pandangan Tjokrowinoto (1996:190), birokrasi dapat dikatakan profesional atau
tidak, diukur melalui kompetensi sebagai berikut:
1. Profesionalisme yang berwirausaha (Entrepreneurial-Profesionalism)
2. Profesionalisme
yang mengacu pada misi organisasi (Mission-driven
professionalism)
3.
Profesionalisme pemberdayaan (Empowering-Professionalism)
Kemampuan
ini diperlukan untuk aparatur pelaksana atau jajaran bawah (grassroots) yang berfungsi memberikan
pelayanan publik. Profesionalisme yang dibutuhkan dalam hal ini adalah
profesionalisme pemberdayaan. Dalam konsep ini, birokrasi berperan sebagai
fasilitator atau meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh dan berkembang.
Siagian (2000:163) mengungkapkan bahwa dimensi profesionalisme yaitu: 1).
Kretivitas (creativity), 2). Inovatif
(innovation, dan 3). Responsivitas (responsively).
Dari
pengertian-pengertian profesionalisme yang telah dijelaskan tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa aparatur satpol pp yang profesional adalah aparatur
yang memilki keahlian khusus dalam bidangnya, dengan kata lain satpol pp yang
profesional adalah aparatur yang terdidik dan terlatih dan kaya akan pengalaman
dibidangnya didasarkan pada dimensi kreativitas, inovatif dan responsivitas.
Dengan aparatur satpol pp yang profesional peningkatan kinerjanya dapat
dioptimalkan dan tujuan organisasi dapat tercapai.
C. Pengertian Kinerja Aparatur
Kinerja yang dalam istilah bahasa
Inggrisnya “performance” dapat
berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil
kerja/unjuk kerja/penampilan kerja. Sementara itu Bernardin dan Russel Robbins
(2006:89) menyatakan bahwa “Performance
is the record of outcomes produced on a specified job function or activity
during a specified time period”
Kinerja sebagai hasil pola tindakan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan sesuai dengan standar prestasi, kualitatif maupun kuantitatif, yang
telah ditetapkan oleh individu secara pribadi maupun oleh perusahaan tempat
individu bekerja.
Kaban (2007:228), mengatakan bahwa pengukuran kinerja harus dilihat dari upaya
yang sangat berharga bagi profesionalisasi dan instansi publik.
Lebih
lanjut mengatakan bahwa kelemahan dan kelebihan, hambatan dan dorongan atau berbagai
faktor sukses bagi kinerja aparatur, maka terbukalah jalan menuju
profesionalisasi, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan selama ini. Wroom dalam Kaben (2007:229) mengemukakan bahwa kinerja
karyawan dipengaruhi oleh profesionalisme dan motivasi kerja merupakan kemauan
individu untuk menggunakan usaha yang tinggi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan
perusahaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. dimensi kinerja pendapat
Robins (1996:20), yaitu:
1.
Kualitas hasil kerja dengan indikator: kepuasan, pemahaman, dan prestasi.
2.
Kemampuan dengan indikator: penguasaan materi dan penguasaan metode.
3.
Prakarsa/inisiatif dengan indikator: berpikir positif yang lebih baik,
mewujudkan
kreativitas dan pencapaian prestasi.
4.
Komunikasi dengan indikator: kualitas komunikasi dan penguasaan situasi
5.
Ketepatan waktu dengan indikator: pemanfaatan waktu kedatangan dan
pemanfaatan
waktu pulang.
Berdasarkan dari pengertian-pengertian kinerja
diatas, maka secara umum dapat disimpulkan bahawa kinerja adalah hasil
seseorang baik secara kuantitas maupun kualitas dalam periode tertentu. Jika
dikaitkan dengan organisasi kinerja yang dihasilkan harus sesuai dengan tugas
dan fungsinya serta kewenangan aparatur yang bersangkutan tidak melanggar
peraturan maupun etika.
D. Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawaban atau dugaan sementara dari masalah yang diteliti. Maka,
hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Terdapat
pengaruh positif dan signifikan motivasi kerja terhadap kinerja aparatur satpol
pp Jakarta Selatan.
2.
Terdapat
pengaruh positif dan signifikan profesionalisme terhadap kinerja aparatur
satpol pp Jakarta Selatan.
3.
Terdapat
pengaruh positif dan signifikan motivasi kerja dan profesionalisme secara
bersama-sama terhadap kinerja aparatur satpol pp Jakarta Selatan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain
Penelitian
Berdasarkan
penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu ingin
menguji pengaruh motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur
Satpol PP Kec. Pasar Minggu Jakarta Selatan. Penelitian ini mengunakan deskriptif
analitif. dimana menjelaskan hubungan dan pengaruh
melalui pengujian hipotesis. Desain penelitian dapat digambarakan sebagai
berikut:
€
|
Motivasi kerja
( X1 )
|
Kinerja Aparatur
( Y )
|
Profesionalisme
( X2 )
|
B. Definisi
Konsep
1.
Yang dimaksud Motivasi kerja dalam
penelitian ini adalah dorongan seseorang aparatur untuk meningkatkan kinerja,
sedangkan variabel ini diukur berdasarkan pendapat Danim (2004:4) bahwa dimensi
motivasi kerja terdiri dari internal dan eksternal seseorang.
2.
Sedangkan Profesionalisme Profesionalisme
adalah keahlian dan pengalaman yang
dimiliki seseorang yang sesuai dengan kebutuhan tugas yang dibebankan oleh
organisasi. Instrumen pengukuran berdasarkan pendapat Siagian (2000:163) bahwa
dimensi profesionalisme terdiri dari: 1). Kretivitas (creativity), 2). Inovatif (innovation,
dan 3). Responsivitas (responsively).
3.
Kinerja
aparatur, merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan. Robins (1996:20) mengungkapkan dimensi dari kinerja adalah: 1)
Kualitas kerja, 2) Kemampuan, 3) Prakasa, 4) Komunikasi, 5)Ketepatan waktu.
C. Teknis Pengolahan Data
a.
Uji Instrumen
Penelitian
Sebelum
koesioner disebarkan keresponden yang dijadikan sampel penelitian, maka
terlebih dahulu harus diuji validitas, reliabilitas dan uji normalitasnya. Uji
validitas, reliabilitas dan normalitas dilakukan pada 61 (enam puluh satu)
orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini.
b.
Uji Hepotesis
Alat uji statistik yang dipergunakan
untuk menganalisis hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis, korelasi
berganda, regresi berganda, nilai koefisien
Determinasi dan analisis ttest
dan Ftest untuk menguji variabel bebas (motivasi kerja dan
profesionalisme) terhadap variabel terkait.
Korelasi
berganda
(rYX1)2
+ (rYX2)2 – 2 (rYX1) (rYX2) (rX1X2)
1
– (rX1X2)2
Dan Persamaan
umum regresi linier berganda adalah :
Y = a0
+ b1 X1 + b2 X2
Untuk mencari
nilai a, b1, dan b2 dapat digunakan formula berikut ini :
a∑X1 + b1∑X1 + b2∑X2 = ∑Y
a∑X1 + b1∑X12 + b2∑X1X2 = ∑X1Y
a∑X2 + b1∑X1X2 + b2∑X22
Sedangkan
untuk mengukur seberapa besar variabel-variabel bebas dapat menjelaskan
variabel terikat, digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien
ini menunjukkan proporsi variabilitas total pada variabel terikat yang
dijelaskan model regresi. Nilai R2 berada pada interval 0≤R2≤1.
Secara logika dapat diketahui bahwa makin baik estimasi model dalam
menggambarkan data, maka semakin dekat nilai R ke nilai 1 (satu). Nilai R2
dapat diperoleh dengan rumus :
R2
= (r)2 x 100 %
Uji
hipotesis dengan ttest
digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas signifikan atau tidak terhadap
variabel terikat secara individual untuk setiap variabel. Rumus yang digunakan
untuk mengetahui nilai thitung
adalah sebagai berikut:
Setelah didapatkan nilai thitung melalui rumus di atas,
maka untuk menginterprestasikan hasilnya berlaku ketentuan sebagai berikut :
-
Jika
thitung> ttabel, maka H0
ditolak (ada hubungan yang signifikan)
-
Jika
thitung< ttabel, maka H0
diterima (tidak ada hubungan yang signifikan)
Untuk mengetahui ttabel digunakan ketentuan n-2 pada level of significance (α) sebesar 5% (tingkat kesalahan 5% atau
0,05) atau taraf keyakinan 95% atau 0,95. Jadi apabila tingkat kesalahan suatu
variabel lebih dari 5%, berarti variabel tersebut tidak signifikan. Uji
Hipotesis dengan Ftest
digunakan untuk menguji hubungan dua
variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel terikat. Rumusnya adalah
sebagai berikut:
R2/K Dimana :
(1 – R2)/(n – k – l) K =
jumlah variabel bebas
n =
jumlah sampel
Nilai Fhitung> Ftabel, berarti H0
ditolak
Nilai Fhitung< Ftabel, berarti H0 diterima
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran
Umum Objek Penelitian
Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah No 10 Tahun 2008 Tentang Struktur Perangkat Daerah DKI Jakarta Pasal 146. Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dipimpin kepala satuan tugas Satpol PP (Ka.Satgas Kecamatan). Secara operasional Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu dibawah Camat, sedangkan secara administrasi dibawah Kepala Satpol PP Jakarta Selatan. Ka.Satgaspol PP Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Pasar Minggu secara administrasi membawahi Ka.Satgaspol PP yang berada di 7 (tujuh) Kelurahan yang merupakan wilayah Kecamatan Pasar Minggu.
B. Hasil Penelitian
a. Pengujian
Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Untuk
mengetahui kualitas data yang diperoleh dari responden dapat dilakukan dengan
menguji reliabilitas dan uji validitas data. Ada dua prosedur yang dilakukan
dalam penelitian ini untuk mengukur reliabilitas dan validitas data yaitu: 1).
Reliabilitas dengan melihat koefisien Chronbach
ahlpa, 2). Uji validitas dilakukan dengan metode sekali ukur (one shot method ) dengan melihat pearson correalation antara skor
masing-masing item dengan total skor yaitu dengan nilai lebih besar dari 0.3
atau > 0.3. maka variabel dapat dikatakan valid. Nilai reliabilitas dapat
dilihat dari nilai Cronbach's Alpha instrumen penelitian (≥ 0.60
dianggap reliabel), sebagaimana yang diungkapkan oleh Nunally dalam Imam
(2001:67).
2. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas (tingkat
keandalan) dari suatu variabel dapat melihat dengan nilai Cronbach's Alpha.
Sedangkan Gozali (2001:34) mengungkapkan bahwa suatu instrument dikatakan
handal apabila nilai Cronbach's Alpha
> 0.6.
3. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
bebas. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (VIF=1/tolerance)
dan menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai yang umum dipakai adalah
nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10. tingkat
kolinieritas yang dapat ditolerir adalah nilai tolerance 0,10 sama
dengan tingkat multikolinieritas 0,95 (Ghozali, 2005:36).
4. Uji Normalitas
Pengujian distribusi normal dilakukan
dengan cara melihat dengan histogram yang membandingkan data observasi dengan
distribusi mendekati normal. Disamping digunakan grafik normal probability plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan
distribusi kumulatif dari distribusi normal. Apabila distribusi normal, maka
garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan membentuk satu garis mengikuti
garis diagonal (Imam 2001:45).
B. Analisis
Data dan Hasil Uji Hipotesis
1.
Analisis Korelasi
Untuk mengetahui
tingkat hubungan diantara kedua variabel motivasi kerja dan profesionalisme
dengan kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan,
dilakukan dengan perhitungan dengan korelasi product moment. korelasi product
moment antara variabel motivasi kerja dengan kinerja aparatur Satpol PP
Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, sebesar 0.344 dengan arah positif dan
signifikan dengan nilai P atau sig sebesar 0.007 lebih kecil dari 0.05 (5%).
Hal ini berarti perubahaan motivasi kerja akan diikuti secara positif oleh
kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Sedangkan untuk
nilai profesionalisme dengan kinerja aparatur Satpol PP Jakarta Selatan sebesar
0.469 dengan arah positif dan signifikan dengan nilai P atau Sig sebesar 0.000
lebih kecil dari 0.05 (0.5%), hal ini juga ditunjukan dengan tanda bintang dua
(**) pada koefisien korelasi profesionalisme dengan kinerja aparatur. Dengan
demikian perubahaan profesionalisme akan diikuti secara positif oleh kinerja
aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Sedangkan untuk
mengetahui tingkat hubungan diantara kedua variabel motivasi kerja dan
profesionalisme secara bersama-sama dengan kinerja aparatur satpol pp Kecamatan
Pasar Minggu Jakarta Selatan, Sesuai hasil olah data diketahui nilai r”
korelasi sebesar 0.607, artinya hubungan antara motivasi kerja dan
profesionalisme secara bersama-sama adalah positif dan signifikan.
2. Analisis
Regresi Berganda
Regresi berganda
untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja
aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Uji persaman regresi
berganda melalui uji interaksi sering disebut Moderated Regresion Analysis (MRA).
MRA merupakan aplikasi khusus regresi liner berganda, dimana dalam persamaan
regresi mengandung unsur interaksi yang dapat dari selisih mutlak variabel
independen (Gozali, 2006:38). Berdasarkan dengan persamaan regresi sebagai
berikut:
Y = a + b1 X1
+ b2 X2
Kinerja =
16.854 + 335 X1 + 332 X2
2.175 + [1.705]* + [3.301]**
R2 = 258 F = 10.059
D.W =
1.77
|
Dengan
persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa parameter estimate. Apabila motivasi kerja meningkat 1 skor, maka kinerja
aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan meningkat 335 skor,
dan apabila profesionalisme meningkat 1 skor maka kinerja aparatur Satpol PP
Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan meningkat 332 skor. Nilai konstanta sebesar 16.85 menunjukkan nilai rata-rata Y apabila X1
dan X2 nol. Sedangkan nilai R2 = 258, artinya, 60.7 %
variabel yang dipilih/masuk kedalam
model sudah tepat, yaitu variasi variabel motivasi kerja dan profesionalisme
dapat menerangkan variasi variabel Kinerja, dan nilai F sebesar = 10.059 nilai F hitung > 4, maka
model cukup baik yaitu pemilihan variabel motivasi kinerja dan profesionalisme
sudah tepat.
C. Pembahasan
.1. Pengaruh Signifikan Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Aparatur Satpol pp
Kecamatan Pasar
Minggu Jakarta Selatan (X1 dengan Y)
Dari hasil
tersebut menunjukan adanya pengaruh positif dan siginifikan antara motivasi
kerja dengan kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan
dengan tingkat signifikan dibawah 0.05 (p = 0.000), ini menunjukan hipotisis 1
(pertama) diterima, artinya bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap
kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Dengan
demikian semakin tinggi tingkat motivasi kerja seorang aparatur Satpol PP Pasar
Minggu Jakarta Selatan mempengaruhi tingkat kinerjanya.
2. Pengaruh Signifikan Profesionalisme
Terhadap Kinerja Aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan ( X2
dengan Y)
Pengujian
hipotesis kedua yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara profesionalisme
terhadap kinerja Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan ternyata
sepenuhnya terbukti, hal ini sesuai perhitungan hasil regresi masing-masing
variabel yang menujukan hasil sesuai dengan tingkat signifikasinya.
Dari hasil tersebut menujukan ada
pengaruh yang positif dan signifikan antara profesionalisme terhadap kinerja
aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan tingkat
signifikan dibawah 0.5 (p = 0.000), ini menujukkan hipotesis kedua diterima,
artinya bahwa profesionalisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja. Dengan demikian semaikin tinggi tingkat profesionalisme seorang
aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan mempengaruhi tingkat
kinerjanya.
43. Pengaruh
Motivasi Kerja dan Profesionalisme Terhadap Kinerja Aparatur Satpol PP
Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan (X1 dan X2 dengan Y)
Dari hasil penelitian tersebut, menujukan
adanya pengaruh yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara motivasi
kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar
Minggu Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan dibawah 0.5 (p = 0.000), ini
menujukan hipotesis ketiga diterima, artinya bahwa peningkatan motivasi kerja
dan profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur Satpol PP
Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Dengan demikian semakin tinggi tingakat
motivasi kinerja dan semakin tinggi tingkat profesional seorang aparatur Satpol
PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan akan selalu berusaha meningkatkan
kinerjanya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian
dilakukan dengan menganalisis 61 koesioner yang berisi persepsi dari aparatur
Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Data dianalisis dengan teknik
statistik uji validitas, uji reliabilitas, uji multikolinieritas,
uji normalitas, analsis korelasi, analisis regresi, uji ttest dan Ftest.
dengan bantuan SPSS versi 16.0.
Berdasarkan
hasil analisis data dalam penelitian ini menujukkan bahwa motivasi kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja satpol pp kecamatan pasar minggu Jakarta
Selatan dangan tingkat signifikan 0.007 lebih kecil dari 0.05 (5%), profesionalisme
berpengaruh positif terdahap kinerja satpol pp kecamatan pasar minggu Jakarta
Selatan dengan tingkat signifikan 0.000 lebih kecil dari 0.05 (5%). Dan antara motivasi kerja dan profesionalisme
secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur satpol pp
Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan 0.000 dengan nilai R2 =
60.7% dan sisanya dipengaruhi variabel lainya yang tidak diikutkan dalam
penelitian.
5.B. Saran
Dari
hasil kesimpulan, maka disarankan sebagai berikut:
- Untuk
Kepala Satpol PP Provinsi DKI Jakarta, hendaknya lebih menekankan pada
program-program yang dapat mendorong satpol pp mempunyai motivasi kerja
yang tinggi, meningkatkan profesionalisme dengan meningkatkan kompetensi
dan penempatan personil sesuai dengan kebutuhan organisasi.
- Untuk
Kepala Satpol PP Jakarta Selatan, hendaknya lebih memberikan arahan
dan memberikan kesempatan kepada
aparatur satpol pp untuk mengikuti pendidikan dan latihan secara khusus
tentang prosedur dan mekanisme kerja sesuai dengan pelaksanaan tugasnya.
- Untuk
Ka. Satgaspol PP Kecamatan Pasar Minggu, hendaknya lebih memberikan
penghargaan, memberikan pengarahaan tentang teknis pelaksanaan tugas yang
dilakukan oleh aparatur satpol pp secara berkala dan terus-menerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar