Kamis, 22 September 2011


PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN PROFESIONALISME TERHADAP KINERJA APARATUR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KECAMATAN PASAR MINGGU
JAKARTA SELATAN
 OLEH: SARIMAN


ABSTRAKSI


Keberadaan perangkat daerah satpol pp adalah membantu kepala daerah dalam penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban masyarakat dan penegakan peraturan daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang pengaruh motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu diduga ada pengaruh motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Metode pengambilan sampel mengunakan sampling jenuh (sensus) terhadap aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan yang berlokasi di Jakarta Selatan sebanyak 61 orang. Pengujian hipotesis mengunakan regresi liner berganda, dengan uji serempak ( uji F), dan secara parsial (uji t) untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap varaibel dependen pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0.05.
Hasil analisis menunjukan bahwa pengaruh antara motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan sebesar 0.000. Sedangkan nilai R² = 60.7% dan sisanya dipengaruhi variabel lainnya yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.
Hasil uji t (secara parsial) yaitu motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja satpol pp Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan 0.007 lebih kecil dari 0.05 (5%) sedangkan profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Sealatan dengan signifikan sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.05 (5%).

Kata Kunci: Motivasi Kerja, Profesionalisme dan Kinerja Aparatur  

 BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini banyak kritikan negatif dari masyarakat terhadap Satpol PP dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan pembinaan, kesadaran  masyarakat dalam mematuhi pearturan-peraturan daerah, dan penertiban-penertiban yang dilakukannya masih terkesan arogan dan tidak humanis sehingga berujung konflik dengan masyarakat yang ditertibkannya. Kritikan-kritikan tersebut seyogyanya harus segera direspon oleh pimpinan sehingga tidak ada tuntutan pembubaran Satpol PP dari masyarakat. Salah satu peningkatan Satpol PP adalah dengan memberikan motivasi kerja dan memberikan keahlian khusus dan kedisiplinan kepada setiap anggota atau personilnya dalam menangani penertiban yang dilakukannya, sehingga Satpol PP menjadi sosok yang profesional yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk membina ketentraman dan ketertiban dan penegakan perda.
Dalam mengoptimalkan kinerja Satpol PP yang dirasa penting maka dalam penguatan lembaga dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penganti Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2004 Tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja. Keberadaan Perangkat Teknis Daerah Satpol PP Provinsi Daerah Khusus Indonesia diatur oleh Peraturan Daerah (Perda) NO 10 Tahun 2008 Tentang  Struktur  Perangkat Daerah. Untuk menjadi sosok aparatur pembina ketenteraman dan ketertiban dan penegakan perda yang disukai masyarakat, Satpol PP perlu diberi motivasi kerja, kedisiplinan dan pembinaan yang tepat sasaran, sehingga sosok aparat yang profesional yang dibanggakan masyarakat dapat terwujud.
Mengatisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan kecuali hanya mengupayakan segala cara untuk meningkatkan motivasi kerja dan profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai pembina ketenteraman dan ketertiban serta penegakan peraturan daerah maupun keputusan daerah lainya. Meningkatkan motivasi kerja dan profesionalisme kepada aparatur satpol pp merupakan upaya meningkatkan kinerjanya. Seperti yang diungkapkan Hasibuan (2001: 91),  bahwa motivasi kerja adalah suatu dorongan yang muncul dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan guna mencapai tujuan pribadi dan organisasi.
Sedangkan profesionalisme adalah suatu tindakan berlandaskan keahlian tertentu yang diperoleh dari pendidikan khusus dan dilaksanakan memenuhi kode etik profesi. Profesionalisme berarti mutu, kualitas, dan perilaku yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang professional (Hassel 2007:232).
 Adapun penelitian tentang pengaruh motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan yakni melihat lebih jauh pengaruh motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur satpol pp kecamatan pasar minggu Jakarta Selatan.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Seberapa besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan?
2.       Seberapa besar pengaruh profesionalisme terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan?
3.      Seberapa besar pengaruh motivasi dan profesionalisme secara bersama-sama terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan?
BAB II.
TINJAUN PUSTAKA

A. Pengertian Motivasi Kerja
Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai adanya motivasi. Banyak pakar psikologi maupun manajemen memakai istilah yang berbeda-beda dalam menyebutkan sesuatu yang menimbulkan perilaku tersebut, ada yang menyebutkan motivasi atau motif, kebutuhan (need), desakan (urgen), keinginan (wish) dan dorongan (drive). Menurut Ahmad Tohardi (2002:334) mengemukakan, “motivasi adalah kekuatan (dorongan) dari dalam seseorang untuk melakukan aktivitas sesuai dengan dorongan tersebut”. Motivasi atau dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu seseorang yang melakukan subtansial, guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya, dan organisasi dimana ia bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi akan memberikan yang minimum dalam bekerja.
Menurut Douglas Mc Gregor dalam Siagian (2002:106), teori motivasi kerja, kaitannya dengan pegawai, menyatakan bahwa para manajer menggolongkan para bawahannya pada dua kategori berdasarkan asumsi tertentu. Asumsi pertama ialah bahwa para bawahan tidak menyenangi pekerjaan, pemalas, tidak senang memikul tanggung jawab, dan harus dipaksa agar menghasilkan sesuatu.Sebaliknya dalam organisasi terdapat pula para pegawai yang senang bekerja, kreatif, menyenangi tanggung jawab dan mampu mengendalikan diri. Dari beberapa pendapat dimensi motivasi kerja yang dapat mempengaruhi kinerja aparatur, salah satunya adalah pendapat yang diungkapkan oleh Danim (2004:41), yang akan dijadikan dimensi penelitian  yaitu motivasi kerja terbagi menjadi 2 (dua) komponen yaitu:
 1. Komponen Internal yaitu motivasi kerja seseorang pegawai/aparatur yang merupakan hasrat atau dorongan yang positif untuk memenuhi kebutuhan dan harapannya, dengan indikator sebagai berikut: a) Kebutuhan pribadi; b) Keinginan dan harapan; c) Kedewasaan berpikir dan; d) Pengembangan karir.
2. Komponen Eksternal yaitu motivasi kerja yang muncul dari eksternal  aparatur itu sendiri, dengan indikator sebagai berikut: a) Lingkungan kerja; b) Kompensasi; c) Supervisi dan; d) Penghargaan.
Berdasarkan beberapa konsep dan pengertian yang telah diungkapkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya motivasi kerja adalah dorongan, hasrat atau keinginan untuk mencapai kinerja (prestasi kerja) dalam konteks pelayanan publik, suatu hasil karya yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas mereka yang dibebankan kepadanya yang didasarkan pada dimensi faktor internal dan faktor eksternal seseorang.
B. Pegertian Profesionalisme
Istilah profesionalisme berasal dari profession, dalam Bahasa Inggris, profession mempunyai arti sebagai berikut: A vocation or occupation requriring advanced trainingin some liberal art or science and usually involving mental rather than manual work, as teaching engineering, writing,etc. (Webster Dictionary dalam Hessel 2003:225). Suatu jabatan atau pekerjaan yang membutuhkan pekerjaan yang mendalam baik bidang seni atau ilmu pengatahuan dan biasanya mengutamakan kemampuan mental dari pada kemampuan fisik, seperti mengajar, menulis dan lain-lain. Dari kata professional tersebut lahir professional qulity, status, etc. yang secara komprehensif memiliki lapangan kerja tertentu yang diduduki oleh orang-orang yang memiliki kemampuan tertentu.
Profesi adalah bidang pekerjaan yang pelaksanaanya menuntut atau di landasi pendidikan keahlian, keterampilan, kejuruan tertentu. Suatu pekerjaan yang di lakukan secara profesional menuntut adanya keahlian dan keterampilan khusus pada pelakunya. Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu ( Irfan Islamy, 2000:12).    Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service training). Profesionalisme, menunjukan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakanya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya (Siagian dalam Hessel, 2000:223).
Satpol PP adalah aparatur perangkat daerah yang terdepan dalam melayani masyarakat yang merupakan salah satu profesi yang secara terus-menerus dituntut untuk meningkatkan profesionalisme. Pandangan Tjokrowinoto (1996:190), birokrasi dapat dikatakan profesional atau tidak, diukur melalui kompetensi sebagai berikut:
1.     Profesionalisme yang berwirausaha (Entrepreneurial-Profesionalism)
2. Profesionalisme yang mengacu pada misi organisasi (Mission-driven    professionalism)
3.    Profesionalisme pemberdayaan (Empowering-Professionalism)
  Kemampuan ini diperlukan untuk aparatur pelaksana atau jajaran bawah (grassroots) yang berfungsi memberikan pelayanan publik. Profesionalisme yang dibutuhkan dalam hal ini adalah profesionalisme pemberdayaan. Dalam konsep ini, birokrasi berperan sebagai fasilitator atau meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh dan berkembang. Siagian (2000:163) mengungkapkan bahwa dimensi profesionalisme yaitu: 1). Kretivitas (creativity), 2). Inovatif (innovation, dan 3). Responsivitas (responsively).
Dari pengertian-pengertian profesionalisme yang telah dijelaskan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa aparatur satpol pp yang profesional adalah aparatur yang memilki keahlian khusus dalam bidangnya, dengan kata lain satpol pp yang profesional adalah aparatur yang terdidik dan terlatih dan kaya akan pengalaman dibidangnya didasarkan pada dimensi kreativitas, inovatif dan responsivitas. Dengan aparatur satpol pp yang profesional peningkatan kinerjanya dapat dioptimalkan dan tujuan organisasi dapat tercapai.
 C. Pengertian Kinerja Aparatur
Kinerja yang dalam istilah bahasa Inggrisnya “performance” dapat berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan kerja. Sementara itu Bernardin dan Russel Robbins (2006:89) menyatakan bahwa “Performance is the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period”
Kinerja sebagai hasil pola tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar prestasi, kualitatif maupun kuantitatif, yang telah ditetapkan oleh individu secara pribadi maupun oleh perusahaan tempat individu bekerja. Kaban (2007:228), mengatakan bahwa pengukuran kinerja harus dilihat dari upaya yang sangat berharga bagi profesionalisasi dan instansi publik.
Lebih lanjut mengatakan bahwa kelemahan dan kelebihan, hambatan dan dorongan atau berbagai faktor sukses bagi kinerja aparatur, maka terbukalah jalan menuju profesionalisasi, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan selama ini. Wroom dalam Kaben (2007:229) mengemukakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh profesionalisme dan motivasi kerja merupakan kemauan individu untuk menggunakan usaha yang tinggi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. dimensi kinerja pendapat Robins (1996:20), yaitu:
1. Kualitas hasil kerja dengan indikator: kepuasan, pemahaman, dan prestasi.
2. Kemampuan dengan indikator: penguasaan materi dan penguasaan metode.
3. Prakarsa/inisiatif dengan indikator: berpikir positif yang lebih baik,
mewujudkan kreativitas dan pencapaian prestasi.
4. Komunikasi dengan indikator: kualitas komunikasi dan penguasaan situasi
5. Ketepatan waktu dengan indikator: pemanfaatan waktu kedatangan dan
pemanfaatan waktu pulang.
 Berdasarkan dari pengertian-pengertian kinerja diatas, maka secara umum dapat disimpulkan bahawa kinerja adalah hasil seseorang baik secara kuantitas maupun kualitas dalam periode tertentu. Jika dikaitkan dengan organisasi kinerja yang dihasilkan harus sesuai dengan tugas dan fungsinya serta kewenangan aparatur yang bersangkutan tidak melanggar peraturan maupun etika.
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara dari masalah yang diteliti. Maka, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Terdapat pengaruh positif dan signifikan motivasi kerja terhadap kinerja aparatur satpol pp Jakarta Selatan.
2.      Terdapat pengaruh positif dan signifikan profesionalisme terhadap kinerja aparatur satpol pp Jakarta Selatan.
3.      Terdapat pengaruh positif dan signifikan motivasi kerja dan profesionalisme secara bersama-sama terhadap kinerja aparatur satpol pp Jakarta Selatan.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Berdasarkan penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu ingin menguji pengaruh motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur Satpol PP Kec. Pasar Minggu Jakarta Selatan. Penelitian ini mengunakan deskriptif analitif. dimana menjelaskan hubungan dan pengaruh melalui pengujian hipotesis. Desain penelitian dapat digambarakan sebagai berikut:

Motivasi kerja
( X1 )
                                   

Kinerja Aparatur
( Y )

Profesionalisme
( X2 )
 






B. Definisi Konsep
1.      Yang dimaksud Motivasi kerja dalam penelitian ini adalah dorongan seseorang aparatur untuk meningkatkan kinerja, sedangkan variabel ini diukur berdasarkan pendapat Danim (2004:4) bahwa dimensi motivasi kerja terdiri dari internal dan eksternal seseorang.
2.      Sedangkan Profesionalisme Profesionalisme adalah keahlian dan pengalaman yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan kebutuhan tugas yang dibebankan oleh organisasi. Instrumen pengukuran berdasarkan pendapat Siagian (2000:163) bahwa dimensi profesionalisme terdiri dari: 1). Kretivitas (creativity), 2). Inovatif (innovation, dan 3). Responsivitas (responsively).
3.      Kinerja aparatur, merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Robins (1996:20) mengungkapkan dimensi dari kinerja adalah: 1) Kualitas kerja, 2) Kemampuan, 3) Prakasa, 4) Komunikasi, 5)Ketepatan waktu.
C. Teknis Pengolahan Data
a.      Uji Instrumen Penelitian
Sebelum koesioner disebarkan keresponden yang dijadikan sampel penelitian, maka terlebih dahulu harus diuji validitas, reliabilitas dan uji normalitasnya. Uji validitas, reliabilitas dan normalitas dilakukan pada 61 (enam puluh satu) orang yang dijadikan responden dalam penelitian ini.
b.      Uji Hepotesis
Alat uji statistik yang dipergunakan untuk menganalisis hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis, korelasi berganda, regresi berganda, nilai koefisien
Determinasi dan analisis ttest dan Ftest untuk menguji variabel bebas (motivasi kerja dan profesionalisme) terhadap variabel terkait.
Korelasi berganda


                              (rYX1)2 + (rYX2)2 – 2 (rYX1) (rYX2) (rX1X2)
(rYX1X2)  =
                                                      1 – (rX1X2)2

Dan Persamaan umum regresi linier berganda adalah :
Y  =   a0 + b1 X1 + b2 X2
Untuk mencari nilai a, b1, dan b2 dapat digunakan formula berikut ini :
a∑X1  +          b1∑X1              +          b2∑X2              =          ∑Y
a∑X1  +          b1∑X12             +          b2∑X1X2          =          ∑X1Y
a∑X2         +          b1∑X1X2          +          b2∑X22
Sedangkan untuk mengukur seberapa besar variabel-variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat, digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien ini menunjukkan proporsi variabilitas total pada variabel terikat yang dijelaskan model regresi. Nilai R2 berada pada interval 0≤R2≤1. Secara logika dapat diketahui bahwa makin baik estimasi model dalam menggambarkan data, maka semakin dekat nilai R ke nilai 1 (satu). Nilai R2 dapat diperoleh dengan rumus :
R2 = (r)2 x 100 %
Uji hipotesis dengan ttest digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas signifikan atau tidak terhadap variabel terikat secara individual untuk setiap variabel. Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai thitung adalah sebagai berikut:
                 r   √n – 2
thitung     =
                 √ 1 – r2

Setelah didapatkan nilai thitung melalui rumus di atas, maka untuk menginterprestasikan hasilnya berlaku ketentuan sebagai berikut :
-          Jika thitung> ttabel, maka H0 ditolak (ada hubungan yang signifikan)
-          Jika thitung< ttabel, maka H0 diterima (tidak ada hubungan yang signifikan)
Untuk mengetahui ttabel digunakan ketentuan n-2 pada level of significance (α) sebesar 5% (tingkat kesalahan 5% atau 0,05) atau taraf keyakinan 95% atau 0,95. Jadi apabila tingkat kesalahan suatu variabel lebih dari 5%, berarti variabel tersebut tidak signifikan. Uji Hipotesis dengan Ftest digunakan  untuk menguji hubungan dua variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel terikat. Rumusnya adalah sebagai berikut:
                 R2/K                                        Dimana :
F  =                                                          R2  =  koefisien determinasi   
         (1 – R2)/(n – k – l)                           K   =  jumlah variabel bebas
                                                                 n    =  jumlah sampel
Nilai Fhitung> Ftabel, berarti H0 ditolak
Nilai Fhitung< Ftabel, berarti H0 diterima


BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah No 10 Tahun 2008 Tentang Struktur Perangkat Daerah DKI Jakarta Pasal 146. Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dipimpin kepala satuan tugas Satpol PP (Ka.Satgas Kecamatan). Secara operasional Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu dibawah Camat, sedangkan secara administrasi dibawah Kepala Satpol PP Jakarta Selatan. Ka.Satgaspol PP Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Pasar Minggu secara administrasi membawahi Ka.Satgaspol PP yang berada di 7 (tujuh) Kelurahan yang merupakan wilayah Kecamatan Pasar Minggu.
B. Hasil Penelitian
a.  Pengujian Instrumen Penelitian
 1. Uji Validitas
Untuk mengetahui kualitas data yang diperoleh dari responden dapat dilakukan dengan menguji reliabilitas dan uji validitas data. Ada dua prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengukur reliabilitas dan validitas data yaitu: 1). Reliabilitas dengan melihat koefisien Chronbach ahlpa, 2). Uji validitas dilakukan dengan metode sekali ukur (one shot method ) dengan melihat pearson correalation antara skor masing-masing item dengan total skor yaitu dengan nilai lebih besar dari 0.3 atau > 0.3. maka variabel dapat dikatakan valid. Nilai reliabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach's Alpha instrumen penelitian (≥ 0.60 dianggap reliabel), sebagaimana yang diungkapkan oleh Nunally dalam Imam (2001:67).
2. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas (tingkat keandalan) dari suatu variabel dapat melihat dengan nilai Cronbach's Alpha. Sedangkan Gozali (2001:34) mengungkapkan bahwa suatu instrument dikatakan handal apabila nilai  Cronbach's Alpha > 0.6.
3. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (VIF=1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10. tingkat kolinieritas yang dapat ditolerir adalah nilai tolerance 0,10 sama dengan tingkat multikolinieritas 0,95 (Ghozali, 2005:36).
4. Uji Normalitas
Pengujian distribusi normal dilakukan dengan cara melihat dengan histogram yang membandingkan data observasi dengan distribusi mendekati normal. Disamping digunakan grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Apabila distribusi normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan membentuk satu garis mengikuti garis diagonal (Imam 2001:45).
B. Analisis Data dan Hasil Uji Hipotesis
1. Analisis Korelasi
Untuk mengetahui tingkat hubungan diantara kedua variabel motivasi kerja dan profesionalisme dengan kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, dilakukan dengan perhitungan dengan korelasi product moment. korelasi product moment antara variabel motivasi kerja dengan kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, sebesar 0.344 dengan arah positif dan signifikan dengan nilai P atau sig sebesar 0.007 lebih kecil dari 0.05 (5%). Hal ini berarti perubahaan motivasi kerja akan diikuti secara positif oleh kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Sedangkan untuk nilai profesionalisme dengan kinerja aparatur Satpol PP Jakarta Selatan sebesar 0.469 dengan arah positif dan signifikan dengan nilai P atau Sig sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.05 (0.5%), hal ini juga ditunjukan dengan tanda bintang dua (**) pada koefisien korelasi profesionalisme dengan kinerja aparatur. Dengan demikian perubahaan profesionalisme akan diikuti secara positif oleh kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Sedangkan untuk mengetahui tingkat hubungan diantara kedua variabel motivasi kerja dan profesionalisme secara bersama-sama dengan kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, Sesuai hasil olah data diketahui nilai r” korelasi sebesar 0.607, artinya hubungan antara motivasi kerja dan profesionalisme secara bersama-sama adalah positif dan signifikan.
2. Analisis Regresi Berganda
Regresi berganda untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Uji persaman regresi berganda melalui uji interaksi sering disebut Moderated Regresion Analysis (MRA). MRA merupakan aplikasi khusus regresi liner berganda, dimana dalam persamaan regresi mengandung unsur interaksi yang dapat dari selisih mutlak variabel independen (Gozali, 2006:38). Berdasarkan dengan persamaan regresi sebagai berikut:
Y = a + b1 X1 + b2 X2
Kinerja = 16.854 + 335 X1 + 332 X2
                 2.175 + [1.705]* +  [3.301]**
 R2         = 258  F = 10.059
D.W      =  1.77

Dengan persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa parameter estimate. Apabila motivasi kerja meningkat 1 skor, maka kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan meningkat 335 skor, dan apabila profesionalisme meningkat 1 skor maka kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan meningkat 332 skor. Nilai konstanta sebesar 16.85 menunjukkan nilai rata-rata Y apabila X1 dan X2 nol.  Sedangkan nilai R2 = 258,  artinya, 60.7 % variabel  yang dipilih/masuk kedalam model sudah tepat, yaitu variasi variabel motivasi kerja dan profesionalisme dapat menerangkan variasi variabel Kinerja, dan nilai  F sebesar = 10.059 nilai F hitung > 4, maka model cukup baik yaitu pemilihan variabel motivasi kinerja dan profesionalisme sudah tepat.
C. Pembahasan
.1. Pengaruh Signifikan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Aparatur Satpol pp
Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan  (X1 dengan Y)
Dari hasil tersebut menunjukan adanya pengaruh positif dan siginifikan antara motivasi kerja dengan kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan dibawah 0.05 (p = 0.000), ini menunjukan hipotisis 1 (pertama) diterima, artinya bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur satpol pp Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Dengan demikian semakin tinggi tingkat motivasi kerja seorang aparatur Satpol PP Pasar Minggu Jakarta Selatan mempengaruhi tingkat kinerjanya.
  2. Pengaruh Signifikan Profesionalisme Terhadap Kinerja Aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan ( X2 dengan Y)
Pengujian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara profesionalisme terhadap kinerja Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan ternyata sepenuhnya terbukti, hal ini sesuai perhitungan hasil regresi masing-masing variabel yang menujukan hasil sesuai dengan tingkat signifikasinya.
Dari hasil tersebut menujukan ada pengaruh yang positif dan signifikan antara profesionalisme terhadap kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan dibawah 0.5 (p = 0.000), ini menujukkan hipotesis kedua diterima, artinya bahwa profesionalisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Dengan demikian semaikin tinggi tingkat profesionalisme seorang aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan mempengaruhi tingkat kinerjanya.
43. Pengaruh Motivasi Kerja dan Profesionalisme Terhadap Kinerja Aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan (X1 dan X2 dengan Y)
Dari hasil penelitian tersebut, menujukan adanya pengaruh yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara motivasi kerja dan profesionalisme terhadap kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan dibawah 0.5 (p = 0.000), ini menujukan hipotesis ketiga diterima, artinya bahwa peningkatan motivasi kerja dan profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Dengan demikian semakin tinggi tingakat motivasi kinerja dan semakin tinggi tingkat profesional seorang aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan akan selalu berusaha meningkatkan kinerjanya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
Penelitian dilakukan dengan menganalisis 61 koesioner yang berisi persepsi dari aparatur Satpol PP Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Data dianalisis dengan teknik statistik uji validitas, uji reliabilitas, uji multikolinieritas, uji normalitas, analsis korelasi, analisis regresi, uji ttest dan Ftest. dengan bantuan SPSS versi 16.0.
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini menujukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja satpol pp kecamatan pasar minggu Jakarta Selatan dangan tingkat signifikan 0.007 lebih kecil dari 0.05 (5%), profesionalisme berpengaruh positif terdahap kinerja satpol pp kecamatan pasar minggu Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan 0.000 lebih kecil dari 0.05 (5%). Dan  antara motivasi kerja dan profesionalisme secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur satpol pp Jakarta Selatan dengan tingkat signifikan 0.000 dengan nilai R2 = 60.7% dan sisanya dipengaruhi variabel lainya yang tidak diikutkan dalam penelitian.
5.B. Saran
Dari hasil kesimpulan, maka disarankan sebagai berikut:
  1. Untuk Kepala Satpol PP Provinsi DKI Jakarta, hendaknya lebih menekankan pada program-program yang dapat mendorong satpol pp mempunyai motivasi kerja yang tinggi, meningkatkan profesionalisme dengan meningkatkan kompetensi dan penempatan personil sesuai dengan kebutuhan organisasi.
  2. Untuk Kepala Satpol PP Jakarta Selatan, hendaknya lebih memberikan arahan dan  memberikan kesempatan kepada aparatur satpol pp untuk mengikuti pendidikan dan latihan secara khusus tentang prosedur dan mekanisme kerja sesuai dengan pelaksanaan tugasnya.
  3. Untuk Ka. Satgaspol PP Kecamatan Pasar Minggu, hendaknya lebih memberikan penghargaan, memberikan pengarahaan tentang teknis pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh aparatur satpol pp secara berkala dan terus-menerus.